Sanggar tersebut bernama Jaya Manunggal Sakti, yang berlokasi di Dusun Mekar Sari, Desa Pamulihan, Kecamatan Way Sulan, Kabupaten Lampung Selatan.
Jaya Manunggal Sakti didirikan pada tahun 2018 oleh lima orang sesepuh, yaitu Almarhum Temu, Yaimin, Maryono, Kasbi Sugiyantoro, dan Wardono.
Saat ini, sanggar tersebut dipimpin oleh Miseri sebagai ketua, Wardono sebagai bendahara, dan Sungkowo sebagai sekretaris.
Sanggar ini memiliki anggota sekitar 30 orang, yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Mereka rutin berlatih dua kali seminggu, yaitu pada malam Rabu dan malam Sabtu, di halaman rumah Almarhum Temu. Pendanaan untuk kegiatan latihan dan uang kas berasal dari iuran anggota dan bantuan dari dana desa.
Tari kuda lumping yang ditampilkan oleh Jaya Manunggal Sakti memiliki gerak seni yang khas, yaitu buto pegon. Buto pegon adalah gerakan yang menirukan sosok raksasa yang mengenakan topeng dan pakaian warna-warni. Gerakan ini dianggap sebagai simbol kekuatan dan keberanian.
“Kami memiliki tujuan untuk melestarikan kebudayaan adat Jawa, dan selalu memperkenalkan kebudayaan ini kepada anak-anak muda agar selalu eksis dan selalu bisa dinikmati oleh masyarakat luas,” ujar Sunar, salah satu pengurus dan sesepuh sanggar.
Tari kuda lumping tidak hanya sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mensosialisasikan peraturan kepada masyarakat, seperti menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, dan menjaga keamanan.
Selain itu, tari kuda lumping juga memiliki nilai sejarah, yaitu sebagai bentuk perlawanan non-militer terhadap pasukan Belanda.
“Gerakan-gerakan dalam tarian ini mencerminkan semangat heroisme dan aspek militer dari sebuah pasukan berkuda atau kavaleri, terlihat dari gerakan yang ritmis, dinamis, dan agresif, dengan mengibaskan anyaman bambu menirukan gerakan kuda di medan perang,” jelas Yaimin, sesepuh lainnya.
Unsur utama dalam tari kuda lumping adalah gerak, tata busana, tata rias, iringan tari, properti tari, dan tempat pertunjukan.
Unsur-unsur ini harus disesuaikan dengan tema dan suasana yang ingin disampaikan. Selain itu, unsur utama dalam tari kuda lumping adalah wiraga, wirama, wirasa, dan wirupa.
Wiraga adalah gerak tubuh yang sesuai dengan karakter tarian, wirama adalah irama musik yang mendukung gerak tarian, wirasa adalah perasaan yang ditimbulkan oleh tarian, dan wirupa adalah keindahan bentuk yang ditampilkan oleh tarian.
Jaya Manunggal Sakti tidak hanya sekadar menampilkan tari kuda lumping, tetapi juga berprestasi di berbagai ajang lomba.
Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh sanggar ini antara lain juara 2 Provinsi Lampung Fair Pekor Way Halim pada Oktober 2018, dan juara 1 Tari Putri Kategori Anak-Anak Tingkat Kabupaten pada November 2021.
Sebagai warga Indonesia, kita perlu melestarikan tari kuda lumping, karena selain memiliki nilai sejarah, tari kuda lumping juga memiliki nilai seni yang tinggi.
Cara melestarikannya bisa dimulai dengan sering menonton pertunjukan tari kuda lumping dan mengikuti kegiatan-kegiatan di sanggar seni yang mempelajari tari kuda lumping. (Atp)
Posting Komentar