Pemerhati Budaya Soroti Belum Munculnya Tokoh Wanita Menjelang Pilkada 2024 Kota Madiun

Kp Hari Andri Winarso Wartonagoro Saat Berziarah di Makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Ayah Raden Ayu Retno Dumilah. Foto:istimewa

GARDAJATIM.COM: Pilkada serentak di seluruh Indonesia November 2024 mendatang, adalah kompetisi antar calon pemimpin daerah untuk memenangkan hati masyarakat di daerahnya masing-masing. 

Tentu saja, banyak cerita menarik dibalik dinamika politik di daerah menjelang Pilkada Serentak tersebut.

Sama halnya di Kota Madiun, menjelang pilkada dinamika politik di Kota Pendekar ini juga menarik. Hingga saat ini, hampir dipastikan terdapat dua pasangan calon yang akan bersaing di Pilkada Kota Madiun 2024, yakni Maidi-Bagus Panuntun dan Bonnie-Bagus Rizki.

Namun demikian, belum munculnya sosok perempuan diantara pasangan calon mendapat perhatian tersendiri dari pemerhati budaya & sejarah serta pengamat spiritual Kota Madiun, Kp Hari Andri Winarso.

Kp. Andri mengatakan bahwa, perempuan madiun itu pemegang kunci untuk memperoleh kejayaan dan kelanggengan kekuasaan. Ia menegaskan bahwa hal tersebut sudah dibuktikan oleh sejarah.

“Perempuan Madiun itu pemegang kunci untuk memperoleh kejayaan dan kelanggengan kekuasaan. Ini tidak bisa diingkari, karena sejarah sudah membuktikannya, Sebut saja Raden Ayu Retno Dumilah, beliau adalah Panglima perang sekaligus Bupati Madiun. Seorang Panembahan Senopati yang terkenal sakti dan digdaya pun, sulit untuk mengalahkannya,” paparnya.

Bahkan menurutnya, Panembahan Senopati tidak ingin melukai Retno Dumilah sedikit pun untuk mengalahkan, karena pendiri Mataram Islam tersebut berpikir apabila Retno Dumilah bisa ditaklukkan, kelak bisa menjadi andalan Mataram.

Lanjutnya, Setelah dengan berbagai siasat, strategi, bujuk rayu, akhirnya Retno Dumilah jatuh cinta dan bersedia diperistri Panembahan Senopati.

Dan tebukti, setelah itu Mataram di bawah pemerintahan Panembahan Senopati berkembang pesat. Selain itu, kekuasaan Mataram Islam pun langgeng hingga saat ini.

Lebih lanjut, Kanjeng Andri juga menyebutkan sosok Ratu Mas Balitar. Ia juga dikenal sebagai Raden Ayu Puger dan kemudian bergelar Ratu Pakubuwono. Ratu Mas Blitar adalah permaisuri Susuhunan Pakubuwana I, Raja Mataram Kartasura.

“Ratu Mas Balitar ini adalah Ibu dari Raja-Raja Mataram, yang saat ini adalah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman, Dan beliau, walaupun singkat, pernah menjadi Bupati Madiun pada tahun 1703-1704,” jelasnya.

Sebagai informasi, Ratu Mas Balitar menjadi Bupati Madiun pada tahun 1703-1704. Jabatan ini tidak bertahan lama karena suami Ratu Mas Balitar, yakni Pangeran Puger, naik takhta menjadi raja Mataram di Kartasura dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I (Pakubuwono I).

Masih kata Kp Andri, sebenarnya cukup banyak bukti, ketika di tampuk pemegang kekuasaan, khususnya di Madiun, apabila melibatkan perempuan Madiun itu jadinya bagaimana.

Sebaliknya, jika tidak melibatkan perempuan Madiun itu jadinya seperti apa, biasanya berakhir dengan lara (sakit) atau perkara (masalah). Seharusnya ini bisa dicermati oleh para calon kepala daerah, terutama dalam menentukan pasangan. Namun ini semua dikembalikan pada pilihan masing-masing.

Ketika ditanya tentang pasangan calon yang sudah santer muncul, Kp Andri tidak ingin mengomentari tentang hal tersebut. Ia beralasan, karena masing-masing Paslon sudah memiliki kapasitas dan pengaruhnya masing-masing di masyarakat. (Arg)


0/Post a Comment/Comments