Nanang Muklish, PMI Majalengka yang Terluka dan Dipaksa Diam: “Saya Hanya Ingin Keadilan”

Diduga Ditekan untuk Tutupi Fakta, Nanang Muklish Berjuang Demi Hak sebagai Pekerja Migran | Selasa 29 April 2025 | Foto : PMI Asal Majalengka, Nanang Muklis (Foto : Dok. Ist)

GARDAJATIM.COM: Nasib tragis menimpa seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Majalengka, Jawa Barat. Nanang Muklish (40), warga Desa Parapatan, Kecamatan Sumberjaya, harus kehilangan tangan kirinya akibat kecelakaan kerja brutal saat bertugas di Taiwan. 

Kini, ia berjuang menuntut keadilan atas peristiwa yang mengubah hidupnya secara drastis.

Peristiwa memilukan itu terjadi pada 22 Maret 2025, saat Nanang membersihkan mesin confire bersama atasannya. Tanpa peringatan memadai, sang atasan tiba-tiba memerintahkan operator untuk menyalakan mesin. 

Dalam hitungan detik, tubuh Nanang tergiling, menyebabkan tangan kirinya terputus. Ia harus menjalani delapan kali operasi untuk penyambungan tangan, serta perawatan medis intensif lainnya.

Bukannya mendapat dukungan, Nanang justru menghadapi tekanan dari pihak agen penyalur tenaga kerja. 

Ia diminta untuk mengaku bahwa kecelakaan tersebut terjadi di luar pekerjaan.

"Saya disuruh bilang ini kecelakaan di luar kerja. Saya bingung, kenapa harus berbohong, padahal jelas-jelas saya mengalami ini saat bekerja," ujar Nanang saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (28/4/2025).

Tak hanya soal kronologi yang dipelintir, pelanggaran juga ditemukan pada isi kontrak kerja. Dalam perjanjian resmi, Nanang seharusnya bekerja sebagai operator pabrik. 

Namun, ia malah dipindahkan ke sektor konstruksi—pekerjaan berat dan berisiko tinggi yang sama sekali tak tertuang dalam kesepakatan awal.

Informasi dari Alien Resident Certificate (ARC) menyebutkan bahwa Nanang terdaftar sebagai pekerja di perusahaan produksi Syuushiba, yang beralamat di Jiadong Road No. 232-3, Houli Village, Distrik Houli, Kota Taichung.

Meski seluruh biaya operasi ditanggung perusahaan, Nanang kini dihantui ketidakpastian masa depan. Ia tak tahu bagaimana melanjutkan hidup setelah kembali ke Indonesia.

"Saya belum tahu nanti bagaimana nasib saya di Indonesia. Saya hanya ingin ada keadilan, ada kepastian untuk hidup saya ke depan," ucapnya dengan suara berat.

Kasus yang menimpa Nanang kini mendapat pendampingan dari Allena, seorang aktivis PMI yang juga dikenal sebagai pengusaha kuliner di Taiwan. 

Allena memastikan perjuangan Nanang akan terus dilanjutkan hingga hak-haknya sebagai pekerja migran dipenuhi secara adil.

Dengan luka fisik dan batin yang masih menganga, Nanang berharap pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan perwakilan di Taiwan dapat memberikan perlindungan hukum. 

Ia juga memohon dukungan dari masyarakat agar kasus ini tidak tenggelam begitu saja.

Perjuangan Nanang mencerminkan potret buram yang masih membayangi banyak PMI. Ia bukan hanya korban kecelakaan kerja, tetapi juga korban sistem yang belum sepenuhnya berpihak pada pekerja migran. (Arg)

Editor: Redaksi 


0/Post a Comment/Comments