Warga Tutup Akses Truk Urug, Pentas Gugat: Pemkab Madiun Gagal Bangun Komunikasi Publik

Truk proyek dilarang melintas di Babadan Lor karena rusak jalan dan timbulkan debu. Pentas Gugat soroti lemahnya komunikasi dan kelalaian administrasi perizinan | Minggu 11 Mei 2025 | Foto: (dok.ist)

GARDAJATIM.COM: Konflik antara warga dan proyek pengurukan kembali mencuat di Kabupaten Madiun. Warga Desa Babadan Lor, Kecamatan Balerejo, menutup akses bagi truk-truk pengangkut tanah urug yang melintasi jalan desa mereka. 

Penolakan itu dibarengi dengan pemasangan spanduk besar di perempatan Karangmalang yang bertuliskan larangan bagi truk proyek melintas.

Spanduk itu berbunyi, "PERINGATAN, Truk Proyek Muatan Tanah Urug DILARANG Lewat Jalur Babadan Lor, Silakan Lewat Jalur Nasional."

Larangan tersebut merupakan bentuk protes warga terhadap dampak buruk aktivitas truk proyek, terutama debu dan kerusakan jalan yang tidak diimbangi dengan upaya perbaikan maupun kompensasi yang jelas dari pihak perusahaan.

Aksi warga ini merupakan lanjutan dari ketidakpuasan atas aktivitas pengurukan tanah untuk keperluan perusahaan yang berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Balerejo. Warga menilai pemerintah lamban dalam menyikapi dampak proyek tersebut.

Sebelumnya, telah diadakan mediasi yang mempertemukan warga dengan pihak perusahaan, pemerintah desa, Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas PUPR, Polsek, Koramil, dan unsur kecamatan. Namun hasilnya tidak cukup meyakinkan warga.

Dalam pertemuan itu, perwakilan Dishub Kabupaten Madiun yang diwakili oleh Kasi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, Budi Purnomo Sumadi, menyatakan bahwa perusahaan pengurukan belum mengantongi dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin).

"Sesuai Permenhub No.17 Tahun 2021, artinya selama belum mengantongi izin AMDALLALIN, pabrik tidak boleh melakukan aktivitas dan belum boleh beroperasi, dan ini berlaku di semua jalan, baik jalan kabupaten maupun jalan nasional," jelas Budi.

Ia juga menambahkan, kewajiban memiliki Amdal Lalin bergantung pada tingkat risiko operasional pabrik, apakah termasuk rendah, sedang, atau tinggi.

Sementara itu, Koordinator Pentas Gugat Indonesia (PGI), Herukun, menyayangkan lemahnya komunikasi publik yang dilakukan oleh Pemkab Madiun terkait insiden ini. Menurutnya, kegagalan membangun komunikasi yang transparan dan partisipatif menjadi akar masalah.

"Jangan sampai motivasi untuk membangun investasi justru ternodai dengan pola komunikasi yang tidak konstruktif," tegas Herukun, Sabtu (10/5/2025).

Ia mengingatkan bahwa investasi memang penting, tetapi kemudahan perizinan tidak boleh diartikan sebagai pembenaran untuk mengabaikan proses hukum dan administratif yang berlaku.

"Kemudahan perizinan tidak lantas dapat diartikan memaksakan pekerjaan dengan mengabaikan proses perizinan," lanjutnya.

Herukun juga mengkritik pola lama dalam mengurus proyek investasi yang kerap melibatkan pihak-pihak di luar pemerintahan.

"Maksimalkan instrumen pemerintah yang ada, jangan gunakan jasa pihak-pihak di luar pemerintahan untuk mengurus-urus proyek," ujarnya.

PGI juga menyerukan kepada Bupati Madiun agar menjadikan insiden ini sebagai pelajaran. Ia menyinggung kasus berlarutnya izin pabrik porang di Bantengan sebagai contoh konkret problematika perizinan dan mafia proyek di Kabupaten Madiun.

Menutup pernyataannya, Herukun mengajak masyarakat agar lebih cermat dalam menanggapi isu yang berkembang di media sosial.

"Meski isu yang diangkat benar, tetapi menjadi tidak benar bila yang membawa isu adalah orang yang tidak benar. Karena pada akhirnya ia hanya memanfaatkan isu untuk bersama-sama ambil bagian dalam ketidakbenaran," pungkasnya. (Tim/Red)


0/Post a Comment/Comments