Praktisi Hukum Usul Parapatan Luhur Bersama untuk Akhiri Dualisme PSHT
Garda Jatim
... menit baca
![]() |
Usulkan Parapatan Luhur Bersama dan Pemimpin Baru Berintegritas | Kamis, 24 Juli 2025 | Foto: Sukriyanto, Mantan Pengurus, Lembaga Hukum, Advokasi, dan Humas PSHT |
GARDAJATIM.COM : Konflik dualisme kepemimpinan di tubuh Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dinilai belum cukup diakhiri hanya melalui pengesahan badan hukum.
Praktisi hukum sekaligus mantan pengurus Lembaga Hukum, Advokasi, dan Humas PSHT, Sukriyanto, menyebut musyawarah tertinggi organisasi atau Parapatan Luhur bersama kedua kubu sebagai solusi terbaik.
“Penyelesaian terbaik adalah menyelenggarakan ‘Parapatan Luhur’ bersama. Pilih pemimpin baru yang segar, berintegritas, dan berkomitmen pada ajaran budi luhur,” ujar Sukriyanto, Kamis (24/7/2025).
Sukriyanto menjelaskan, meski salah satu kubu PSHT telah memperoleh pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, hal tersebut tidak otomatis menghapus keberadaan kubu lain yang belum berbadan hukum.
Terlebih, kubu Madiun memiliki sejarah panjang dan basis massa yang lebih besar.
“Pengesahan badan hukum bukan berarti kubu tersebut secara hukum bisa langsung menguasai organisasi. Saat ini, PSHT berada dalam situasi dualisme. Yang satu berbadan hukum (Jakarta), satunya lagi ormas tidak berbadan hukum (Madiun),” jelasnya.
Secara hukum, lanjut Sukriyanto, organisasi masyarakat (ormas) yang belum berbadan hukum tetap memiliki kedudukan untuk menjalankan aktivitas sesuai tujuan, meskipun terbatas secara administratif.
“Ormas tanpa badan hukum tetap sah menjalankan aktivitas organisasi sesuai tujuannya,” tambahnya.
Selain itu, kubu Madiun masih memegang hak cipta dan hak merek PSHT yang diakui secara sah, serta mendapat legitimasi kultural dari mayoritas warga.
“Fakta di lapangan menunjukkan mayoritas warga PSHT berada di kubu Madiun. Mereka punya legitimasi kultural dan sejarah panjang sebagai pusat pergerakan organisasi,” tegas Sukriyanto.
Ia juga mengingatkan agar konflik internal tidak diwarnai sikap otoriter yang justru bertentangan dengan nilai persaudaraan PSHT.
“PSHT bukan organisasi kekuasaan. Ini organisasi persaudaraan. Tidak boleh ada tindakan sewenang-wenang seperti pemecatan dan pencabutan hak warga hanya karena berbeda pandangan,” pungkasnya.
Sukriyanto berharap, jalan musyawarah terbuka melalui Parapatan Luhur bersama dapat mengembalikan PSHT ke khitah sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai luhur pendirinya. (Arg/Tim)
Editor: Redaksi
Sebelumnya
...
Berikutnya
...