Festival Air 2025 Pacitan: Resik Kali Menjadi Bukti Sejarah Kemajuan Peradaban di Bantaran Sungai Desa Sukoharjo

GARDAJATIM.COM: Sejak zaman dahulu, sejarah peradaban manusia tak bisa lepas dari peran sungai dan air sebagai sumber kehidupan manusia dan aktivitas lainnya, baik dari segi kultur budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu, Festival Air tahun 2025 Pacitan mengangkat tema Resik Kali sebagai bagian dari merawat dan melestarikan peradaban dari masa ke masa.
Event Resik Kali yang di selenggarakan di sungai Bendung Sidoluhur Desa Sukoharjo, Pacitan pada Rabu (24/9/2025) ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya. Kegiatan ini sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat yang bertumpu pada keberadaan sungai tersebut.
Bagi masyarakat sekitar, sungai adalah denyut nadi kehidupan pedesaan, bukan sekadar aliran air yang memberi kesuburan tanah dan menghidupi pertanian, atau sumber kebutuhan sehari-hari. Tetapi sungai juga menjadi rumah bagi kehidupan air dan satwa, serta menjadi jalur ekologi yang menghubungkan ragam makhluk lainya.
Sungai menggambarkan keterikatan manusia dengan alam, sungai dipahami bukan semata-mata lanskap geografis, melainkan ruang hidup yang harus dijaga, dimaknai, dan dirawat dengan penuh kesadaran.
Di Desa Sukoharjo sendiri, sungai hadir sebagai pusat kehidupan sekaligus ruang sakral. Melalui ritual resik kali, masyarakat melestarikan dan meneguhkan ikatan itu.
Apa yang terlihat seperti kerja bakti membersihkan sungai sejatinya adalah bukti bahwa masyarakat Desa Sukoharjo masih merawat dan melestarikan peradaban itu.
Tindakan itu menjadi sebuah praktik kolektif yang mengingatkan bahwa sungai adalah sumber kehidupan, sekaligus ekosistem yang mesti dirawat demi keberlanjutan anak cucu.
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji menyatakan, rangkaian ritual tersebut menghadirkan gambaran tetantang masyarakat Sukoharjo yang meniti harmoni antara manusia, alam, dan dimensi spiritual.
"Kegiatan yang diinisiasi bersama
komunitas Song Meri ini bukan sekadar jejak budaya, tetapi juga strategi ekologis, yang di dalamnya, terbuka ruang refleksi bahwa nilai-nilai kearifan lokal untuk menjaga lingkungan, merawat kehidupan sosial, sekaligus meneguhkan keberlanjutan peradaban desa tetap dipegang oleh masyarakat Desa Sukoharjo," tutur Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Ritual resik kali ini menjadi satu rangkaian kegiatan kehidupan kultural masyarakat Sukoharjo mulai dari ritual tetek melek, suwukan pari, dan entas-entas.
Sementara itu, Kepala Desa Sukoharjo, Solichin dalam sambutanya mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada seluruh pihak dan masyarakat yang telah mendukung dan menyelenggarakan event Resik Kali tersebut.
"Kami menyampaikan apresiasi, tentunya kepada seluruh masyarakat Desa Sukoharjo, seluruh komunitas yang ada di Sukoharjo maupun yang ada di Kabupaten Pacitan atas partisipasi yang telah menggelar event resik kali ini," ucap Solichin dalam sambutanya.
Kegiatan Resik Kali ini dimulai dengan berbagai pertunjukan dari masyarakat bersamaan dengan arak-arakan gethek dari Balai Desa Sukoharjo menuju ke pinggir sungai. Setelah itu, dilakukan prosesi ujud-ujud tumpeng dan doa bersama sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Acara dilanjutkan dengan memasukkan gethek ke sungai yang digunakan dalam kirab di tengah-tengah sungai dan dilanjutkan dengan pertunjukan di sungai peserta.
Perbedaan event Resik Kali tahun ini dengan tahun sebelumnya adalah penonton diperbolehkan menaiki perahu dari bambu (gethek) sambil menyaksikan pertunjukan di sepanjang bantaran sungai atau tepi sungai.
Kegiatan kemudian ditutup dengan pembacaan puisi karya Susilo Bambang Yudoyono yang berjudul Hari Lalu Anak Pacitan oleh Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji bersama Andi Alfian Mallarangeng secara bergantian.
Dalam puisi itu tersirat metafora tentang anak sebagai idiom tradisi, masa lalu, dan generasi penerus di masa yang akan datang.
Secara rinci, festival Resik Kali tahun 2025 di Sukoharjo, Pacitan memiliki tiga bentuk kegiatan, yaitu:
1. Kirab gethek
Merujuk pada kegiatan arak-arak gethek dari Balai Desa Sukoharjo menuju pinggiran sungai. Peserta dari kegiatan ini terdiri empat dusun (Ngrejoso, Jarum, Prambon, dan Nitikan) yang masing-masing membawa gethek. Arak-arakan didahului dengan atraksi drumband anak-anak desa dan hadrah dari kelompok pelajar.
2. Pertunjukan di darat (tepi sungai)
Pertunjukan ini ditempatkan di pinggir-pinggir sungai yang terdiri dari area pentas pada sisi kiri dan kanan sungai. Peserta penampil pada kegiatan pertunjukan di darat adalah ibu-ibu gamelan kaca, siswa PAUD, pelajar Sekolah Alam Pacitan, guru-guru komunitas HIMPAUDI (bunda PAUD Kecamatan Kebonagung, Gejog Lesung Kriyan Pacitan, Gipya n Friend’s, Hadrah Senandung Kolbu. Sebelum acara pementasan diawali ritual memetri doa bersama, tumpengan, dan pelepasan gethek ke sungai untuk memulai aktivitas resik kali.
3. Pertunjukan di sungai
Pertunjukan sungai menampilkan tiga penari Ayu Kusuma Wardhani (Solo), Rani Iswinedar (Pacitan), Yuliana Mar (Mexico). Didukung composer Joko Porong (Surabaya), Komunitas Mantra Gula Klapa (Hanom Satrio-Solo), Johan Adiyatma (Pacitan), Indrata Nur Bayuaji (Pacitan), Andi Alfian Mallarangeng (Jakarta), Pranoto Ahmad Raji, Kus Hervica, Misbahuddin, Song Meri (Pacitan), Jarot BD (Sutradara-Solo).