Ratemi dan Tarikun berharap putrinya, Taryuni, yang bekerja di Taiwan, bisa ditemukan setelah 24 tahun tanpa kabar. Aktivis PMI Allena dan Yuni turun tangan | Selasa 22 April 2025 | Foto : Taryuni
GARDAJATIM.COM: Harapan dan doa tak henti dipanjatkan oleh Ratemi (72) dan Tarikun (76), pasangan suami istri asal Dukuh Munggur, Desa Munggung, RT 3 RW 1, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.
Mereka meminta bantuan kepada aktivis kemanusiaan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Allena dan Yuni, untuk mencari putri mereka, Taryuni, yang hilang kontak sejak tahun 2000.
Taryuni diketahui berangkat ke Taiwan pada 1999, saat usianya 26 tahun, melalui salah satu PJTKI di Jakarta, dengan izin resmi dari suami dan keluarga.
Keberangkatannya berlangsung tanpa meninggalkan masalah. Pada tahun pertama, ia masih rutin mengirim uang melalui BNI dan menelepon dari wartel. Namun, sejak tahun 2000, komunikasi terputus total.
“Saat berangkat, anak saya pamit baik-baik. Tahun pertama masih sering kirim uang dan telepon. Tapi sejak itu hilang kabar,” ujar Tarikun.
Ratemi, yang menderita stroke sejak 13 tahun terakhir, belakangan sering merasa seperti mendengar suara anaknya memanggil. Kerinduan itu membuatnya semakin tertekan secara emosional.
“Saya kangen sekali sama anak saya. Tolong, Mbak... tolong carikan,” ucap Ratemi dengan suara terbata dan air mata tak terbendung saat menyambut kedatangan tim relawan PMI di rumahnya.
Suasana haru pun menyelimuti pertemuan itu. Allena dan Yuni melalui tim relawan berjanji akan membantu semaksimal mungkin untuk melacak keberadaan Taryuni.
Suami Taryuni, Parsun, yang ikut hadir saat itu, juga menyampaikan kebingungannya atas hilangnya komunikasi sang istri.
“Rumah tangga kami baik-baik saja. Tidak pernah ada masalah. Saya tidak mengerti kenapa dia tak pernah memberi kabar,” ujarnya dengan nada lirih.
Informasi terakhir datang pada tahun 2020, ketika Taryuni dikabarkan sempat mengirim surat ke keluarga.
Namun, surat itu tak pernah sampai karena diduga hilang saat disampaikan oleh pihak perangkat desa.
“Dulu katanya Ibu sempat kirim surat, tapi dihilangkan kamituo desa. Jadi kami belum pernah membaca isinya,” ungkap anak pertama Taryuni.
Sementara itu, adik Taryuni menambahkan bahwa kakaknya berangkat ke Taiwan menggunakan status lajang, meski saat itu sudah menikah.
Hal ini sempat membuat proses pencarian menjadi lebih rumit karena data yang tidak sesuai.
Taryuni merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Selama ini, pihak keluarga belum pernah melakukan pencarian secara intensif.
Bantuan dari aktivis PMI menjadi harapan baru bagi keluarga untuk menemukan Taryuni setelah 24 tahun tanpa kabar. (Tim/Red)
Posting Komentar