Sejumlah petugas bersiap mengawal pemindahan 98 warga binaan high risk dari Jakarta dan Jawa Barat ke Nusakambangan.
GARDAJATIM.COM: Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) terus melakukan redistribusi atau pemindahan warga binaan ke sejumlah Lapas Super Maximum dan Maximum Security di Nusakambangan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan untuk memberantas peredaran narkoba di Lapas dan Rutan.
"Hampir 1.000 warga binaan dari berbagai wilayah Indonesia telah kami pindahkan ke Nusakambangan. Ini adalah komitmen serius kami untuk mewujudkan zero narkoba. Tidak ada toleransi untuk narkoba di Lapas dan Rutan," tegas Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, Rabu (25/6/2025).
Agus menjelaskan, pemindahan warga binaan yang dikategorikan high risk dilakukan berdasarkan proses penyidikan, penyelidikan, dan asesmen yang ketat. Terbaru, 98 warga binaan berisiko tinggi dari wilayah Jakarta dan Jawa Barat telah dipindahkan pada 15 Juni lalu.
"Pemindahan ini tidak semata memindahkan fisik, tetapi untuk melindungi warga binaan lain dari paparan narkoba dan perilaku menyimpang. Ini juga bentuk perlindungan bagi warga binaan high risk agar tidak terus melakukan pelanggaran yang membahayakan dirinya dan orang lain," jelasnya.
Selain pemberantasan narkoba, redistribusi ini juga bertujuan mengurangi kepadatan berlebih (overcrowding) di sejumlah Lapas dan Rutan.
Saat ini, tingkat overkapasitas nasional mencapai sekitar 100 persen, bahkan di beberapa Lapas seperti Bagansiapi-api, kelebihan kapasitasnya mencapai 1.000 persen.
Untuk menekan overcrowding, pemerintah tidak hanya mengandalkan redistribusi, tetapi juga pemberian hak bersyarat seperti remisi, pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), cuti menjelang bebas (CMB), serta pembangunan Lapas baru.
Agus juga mendorong penerapan pidana non-pemenjaraan sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
"Kami siap mendukung pidana alternatif, seperti pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Contohnya, penerapan diversi dan putusan non-penjara pada kasus anak yang terbukti menurunkan hunian anak di Lapas hingga 250 persen," tambahnya.
Data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) menunjukkan, sejak diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, jumlah anak di Lapas dan Rutan menurun signifikan dari sekitar 7.000 menjadi sekitar 2.000 orang.
Selain itu, Menteri Agus juga mendorong penguatan rehabilitasi bagi pecandu dan penyalahguna narkoba, serta penerapan Restorative Justice (RJ) pada kasus-kasus ringan. Menurutnya, langkah ini penting untuk mengurangi beban Lapas dan Rutan sekaligus memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Posting Komentar