-->
bWJ4VIvabJt7GuIhCGKP0i6PjNDtbsjBe315cFMJ
Bookmark
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE-80 TAHUN - PROMOSIKAN BISNIS ANDA DISINI - HUBUNGI: 0821 3105 7771

Sembilan Tahun Berjalan, Festival Metik Padi Glinggang Jadi Identitas Budaya Desa

Warga Desa Glinggang menggelar kirab tumpeng dari balai desa menuju sawah sebagai pembuka Festival Metik Padi ke-9. (Foto: Billy)
GARDAJATIM.COM
: Tradisi metik padi di Desa Glinggang, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, terus menunjukkan eksistensinya. Tahun ini, untuk kesembilan kalinya warga setempat menggelar festival budaya yang menjadi penanda rasa syukur atas panen melimpah sekaligus wujud pelestarian warisan leluhur.

Ratusan warga tampak berbondong-bondong membawa tumpeng berisi ingkung ayam kampung menuju lokasi acara, Kamis (21/8/2025).

Antusias warga terlihat saat duduk melingkar, berdoa bersama, kemudian menyantap hidangan dalam suasana penuh kebersamaan.

Bagi masyarakat Glinggang, metik padi bukan sekadar pesta makan, tetapi ritual doa agar hasil pertanian senantiasa subur, terhindar dari hama, serta mendatangkan keberkahan.

“Tradisi ini adalah ungkapan syukur warga kepada Allah SWT atas panen yang melimpah. Kenduri dengan tumpeng dan ingkung menjadi simbol doa bersama untuk kesejahteraan desa,” ujar Gunung, Kepala Desa Glinggang di sela kegiatan.
Dari Ritual Sederhana Menjadi Festival Budaya

Ketua Komisi D DPRD Ponorogo, Riyanto, yang juga mantan Kepala Desa Glinggang sekaligus pencetus tradisi tersebut menuturkan, bahwa metik padi sejatinya telah diwariskan sejak nenek moyang. Namun sejak 2017, tradisi ini dikemas lebih meriah menjadi festival tahunan.

“Glinggang tidak punya gunung tinggi atau sungai besar sebagai daya tarik wisata. Maka yang bisa kita tonjolkan adalah budaya. Dari situlah metik padi kita jadikan festival, supaya dikenal luas dan menjadi kebanggaan desa,” jelasnya.

Ia berharap generasi muda dapat terus berinovasi sehingga festival ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi identitas kultural Glinggang yang mampu menarik perhatian masyarakat luar.

Dukungan Pemerintah dan Harapan Keberlanjutan

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo, Judha Slamet Sarwo Edi yang hadir mewakili Bupati Ponorogo, memberikan apresiasi tinggi terhadap festival ini. Menurutnya, tradisi metik padi merupakan warisan budaya yang harus dijaga bersama.

“Tradisi semacam ini bukan hanya ritual syukur, tetapi juga modal sosial yang memperkuat persatuan dan kebersamaan masyarakat. Pemerintah tentu mendukung agar festival ini terus berkembang,” kata Judha.


Sementara itu, Camat Sampung, Jaka Wardhaya menambahkan, tradisi syukur panen seperti ini patut dicontoh oleh desa-desa lain.

Selain itu, kenduri dan doa bersama menjadi wujud nyata bagaimana masyarakat menjaga keseimbangan hidup.

“Kenduri dan doa bersama menjadi cara merawat harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Nilai-nilai inilah yang perlu dilestarikan,” ucapnya.

Festival metik padi juga melibatkan karang taruna dan pemuda desa. Mereka berperan aktif dalam menyiapkan acara sekaligus menjadi penerus yang memastikan tradisi tetap hidup.

Di tengah arus modernisasi, Desa Glinggang memilih untuk setia pada akar budaya. Festival metik padi pun tidak hanya menjadi simbol syukur panen, tetapi juga telah tumbuh menjadi identitas budaya desa yang mempererat persaudaraan serta menjaga warisan leluhur tetap lestari. (Fjr)
Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar