Sempat Disorot Warga, Ketua BUMDes dan Kades Pulung Beberkan Fakta Sebenarnya!

Redaksi
... menit baca
![]() |
Ketua BUMDes Pulung, Danang saat proses produksi garmen baju koko. (Foto: Istimewa) |
Keduanya membeberkan fakta sebenarnya di balik polemik yang mencuat sejak lembaga desa itu berdiri pada 2016, sekaligus menegaskan tidak ada penyalahgunaan dana dalam kegiatan usaha BUMDes.
Ia mengungkapkan, BUMDes Pulung bergerak di bidang usaha garmen dan batik, dan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur senilai Rp100 juta pada tahun 2025 telah direalisasikan sesuai proposal, yakni untuk pengadaan mesin pembatik sebagai sarana pengembangan usaha batik lokal.
Danang Ketua BUMDes Pulung menjelaskan, bahwa selama ini pihaknya memang belum menyampaikan laporan secara terbuka di forum Musyawarah Desa (Musdes).
Namun, ia menegaskan tidak ada penyalahgunaan dana dalam kegiatan usaha yang dijalankan.
“Selama ini laporan kami sampaikan secara internal kepada pemerintah desa dan pengawas. Memang belum melalui Musdes, tapi tidak ada penyimpangan,” terang Danang, Selasa (14/10/2025).
![]() |
Produksi batik BUMDes Pulung. |
“Semuanya sudah digunakan sesuai proposal, untuk memperkuat produksi batik karena peminatnya cukup tinggi,” jelasnya.
Danang juga menambahkan, bahwa saat ini rumah produksi dan kantor operasional BUMDes masih menggunakan rumah pribadinya secara pinjam pakai, karena lembaga belum memiliki tempat sendiri.
“Untuk sementara, kegiatan produksi dan administrasi kami jalankan di rumah saya. Itu sifatnya hanya pinjam pakai, sampai BUMDes punya tempat tetap,” ujarnya.
![]() |
Produksi garmen BUMDes Pulung. |
Danang juga menjelaskan, bahwa BUMDes tidak rutin mendapat penyertaan modal dari Dana Desa (DD).
Berdasarkan catatan, sejak berdiri pada 2016, BUMDes Pulung baru dua kali menerima dan DD tahun 2018 sebesar Rp5 juta, selanjutnya tahun 2022 sebesar Rp30 juta. Total penyertaan modal hanya mencapai Rp35 juta.
“Usaha batik dan garmen ini pernah memberi kontribusi ke PADes sebesar Rp4 juta pada 2019. Tapi belakangan, produksi menurun karena kekurangan tenaga penjahit,” tambahnya.
BUMDes Pulung kini berupaya membuka peluang bagi warga, terutama generasi muda, untuk ikut terlibat dalam usaha menjahit dan membatik.
“Kami siap melatih warga muda yang berminat. Kalau banyak yang mau ikut, BUMDes bisa jadi wadah ekonomi kreatif di desa,” ujar Danang.
Sementara itu, Kepala Desa Pulung, Muhammad Maksum, tidak menampik bahwa pelaporan keuangan selama ini belum dilakukan secara terbuka.
Ia mengakui kritik warga sebagai masukan penting untuk pembenahan tata kelola BUMDes ke depan.
“Benar, selama ini laporan hanya bersifat internal. Ke depan kami akan benahi. Akhir tahun 2025, laporan keuangan BUMDes akan kami sampaikan di Musdes secara terbuka,” tegas Maksum.
Menurutnya, keterlambatan pelaporan terjadi bukan karena adanya pelanggaran, tetapi karena BUMDes masih fokus memperkuat usaha dan membangun pondasi ekonomi desa.
“Tidak ada penyalahgunaan dana. Semua anggaran digunakan sesuai peruntukannya,” ujarnya.
Pandangan Hukum: Keterbukaan Adalah Kewajiban, Bukan Pilihan
Secara hukum, kewajiban pelaporan BUMDes diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDes.
Dalam regulasi tersebut, pengurus wajib menyampaikan laporan keuangan dan kegiatan usaha secara berkala kepada pemerintah desa serta masyarakat melalui forum Musdes.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menegaskan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aspek pengelolaan keuangan desa.
Keterlambatan pelaporan bisa dinilai sebagai pelanggaran administratif yang perlu segera diperbaiki.
Pandangan Ahli Hukum: BPD Bisa Ambil Langkah Tegas
Menanggapi polemik ini, Suharto, S.H., seorang lawyer asal Ponorogo, turut memberikan pandangan hukum terkait persoalan transparansi BUMDes.
![]() |
Suharto, S.H. |
Ia menegaskan, bahwa penyelenggaraan dan kebijakan BUMDes harus berpijak pada hasil Musdes sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa.
“Sesuai PP Nomor 11 Tahun 2021, setiap kebijakan dan penyelenggaraan BUMDes wajib mengacu pada hasil Musdes. Kalau ada penyimpangan atau pelaporan yang tidak dilakukan secara terbuka, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewenangan untuk mengadakan Musdes dan mendesak kepala desa membuat laporan pertanggungjawaban,” tegas Suharto.
Ia menambahkan, BPD memiliki fungsi strategis dalam mengawasi jalannya pemerintahan desa, termasuk pengelolaan BUMDes, agar tetap berada dalam koridor hukum dan prinsip akuntabilitas publik.
“BUMDes itu entitas hukum yang membawa nama desa. Jadi, transparansi bukan hanya etika, tapi kewajiban hukum,” tandasnya. (Tim/Fjr)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...