Tiga Roh Jawa Menari di Bawah Emas Paris: Wangsit Satukan Prancis dan Indonesia

Redaksi
... menit baca
![]() |
Wisnu HP (Ganong) Kadek Puspasari (Klono) Devi Yohanita (Jatil) saat berada di bawah jembatan Pont Alexandre III Paris. (Foto: David Haefflinger) |
Aksi visual ini menjadi penanda dimulainya kolaborasi lintas negara antara fotografer asal Prancis David Haefflinger dengan dua seniman Indonesia, Wisnu HP Ketua Dewan Kesenian Ponorogo dan Kadek Puspasari.
Ketiganya bersatu dalam proyek jangka panjang bertajuk “Wangsit”, sebuah perjalanan artistik yang menggali makna warisan leluhur di tengah dunia modern.
Di bawah cahaya keemasan Paris, jembatan Pont Alexandre III berubah menjadi simbol penyatu: antara roh dan substansi, antara warisan dan inovasi, antara Indonesia dan Prancis.
![]() |
Dari kiri: David Haefflinger, Kadek Puspasari, dan Wisnu HP. |
Melalui gestur, busana, dan keheningan visual, para seniman menghadirkan narasi baru bahwa adat Jawa bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan kekuatan hidup yang terus bernapas di berbagai belahan dunia.
“Wangsit adalah dialog antara masa lalu dan masa kini,” ujar Wisnu HP, Kamis (16/10/2025).
“Kami ingin menunjukkan bahwa kearifan Jawa dapat berbicara dengan bahasa global tanpa kehilangan jiwanya," imbuhnya.
Proyek Wangsit sendiri berakar pada tradisi Jawa yang masih hidup, menafsirkan ulang simbol, gerak, dan ritual dalam bentuk fotografi, performa, dan film.
Tujuannya bukan hanya melestarikan, tetapi menjembatani warisan tak benda Indonesia dengan semangat kontemporer dunia.
Di kota cahaya, Wangsit bukan sekadar proyek seni, ia menjadi ruang pertemuan antara roh, seni, dan leluhur.
Dari Pont Alexandre III, gema langkah Patih Bapang, gemulai Jatilan, dan tawa liar Ganong kini bergema di antara batu-batu Eropa, seolah mengingatkan dunia bahwa budaya tak pernah benar-benar diam. (Fjr)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...