Warga Sooko Protes! Sungai Keyang Kembali Jadi Tempat Buang Limbah Kohe

![]() |
Pujiana menunjukkan kondisi Sungai Keyang yang keruh dan berbau akibat dugaan pembuangan limbah kohe. (Foto: Ist) |
Air sungai yang biasanya jernih kini berubah warna, berbau tak sedap, dan penuh endapan kohe.
Kemarahan warga pecah setelah video kondisi sungai yang tercemar viral di media sosial.
Dalam video itu tampak jelas aliran Sungai Keyang dipenuhi campuran air dan limbah peternakan.
Unggahan tersebut sontak memicu reaksi publik yang menuntut tindakan tegas pemerintah daerah.
Pujiana, warga Dukuh Sombro, Desa Sooko, yang juga aktivis lingkungan, menjadi orang pertama yang mengunggah video itu.
Ia menilai tindakan peternak yang membuang kohe ke sungai sebagai bentuk kelalaian dan ketidakpedulian terhadap lingkungan.
“Itu perbuatan yang tidak terpuji. Sudah jelas mencemari lingkungan. Kami minta dinas terkait turun tangan,” tegasnya, Jumat (17/10/2025).
Menurut Pujiana, warga kini enggan menggunakan air sungai untuk mencuci atau aktivitas lain karena baunya menyengat dan tampak kotor.
“Airnya sekilas jernih, tapi dasar sungai penuh kohe. Mau cuci tangan saja rasanya jijik,” ujarnya.
Menanggapi viralnya video tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo langsung melakukan langkah responsif.
Kepala Bidang Penataan dan Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P4LH) DLH Ponorogo, Arief Kurniawan, S.E., M.M., membenarkan telah menerima laporan dari masyarakat.
“Kami sudah mendapatkan informasi dari media dan laporan warga. Akan kami pelajari lebih lanjut dan segera tindak lanjuti,” kata Arief.
Ironisnya, di Desa Tambang, Kecamatan Pudak, telah berdiri pabrik pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organik yang diresmikan oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko pada Agustus lalu.
Pabrik tersebut sejatinya diharapkan menjadi solusi pengendalian limbah peternakan. Namun, pencemaran di Sungai Keyang membuktikan bahwa kesadaran sebagian peternak masih rendah.
Warga mendesak agar pemerintah tidak hanya menindak, tetapi juga memberikan pembinaan serta pengawasan berkala kepada para peternak.
“Kalau dibiarkan, lama-lama Sungai Keyang mati. Kami tidak ingin anak cucu kami kehilangan sumber air bersih,” pungkas Pujiana. (Haiponorogo/Fjr)