-->
bWJ4VIvabJt7GuIhCGKP0i6PjNDtbsjBe315cFMJ
Bookmark
PROMOSIKAN BISNIS ANDA DISINI - HUBUNGI: +62 856-5561-5145

Flu Musim Hujan Makin Bandel? dr. Riza Ungkap Penyebab dan Cara Melindungi Diri

dr. Riza Mazidu Sholihin, SpU., usai memberikan edukasi kesehatan di ruang kerjanya. (Foto: Nanang Diyanto)
GARDAJATIM.COM
: Musim penghujan kembali turun, meski ritmenya tak seteratur dulu. Hujan bisa datang dengan deras pada pagi hari, lalu tiba-tiba menghilang di sore hari, seakan cuaca sedang mencari keseimbangannya sendiri.

Di tengah ketidakpastian ini, ruang-ruang layanan kesehatan mulai terasa lebih ramai. Klinik, balai pengobatan, hingga puskesmas kembali dipenuhi warga yang mengeluhkan flu, batuk, pilek, dan diare.

Keluhan yang terdengar pun serupa: flu kali ini terasa lebih berat, lebih lama hilangnya, dan gejalanya mengingatkan kita pada masa-masa kelam pandemi Covid-19.

Fenomena ini diamati dengan cermat oleh dr. Riza Mazidu Sholihin, SpU, penggiat kesehatan di LKNU Ponorogo, yang hampir setiap pekan menyisipkan edukasi kesehatan di sela pengajian yang digelar di sekitar kediamannya.

Dalam suasana yang akrab dan sederhana, ia mencoba menjelaskan mengapa flu yang datang pada musim penghujan ini terasa begitu “bandel”

Menurut dr. Riza yang juga Dosen Akafarma Sunan Giri ini perubahan cuaca yang ekstrem menjadi salah satu penyebab utama.

Tubuh dipaksa menyesuaikan diri secara cepat terhadap perubahan suhu dan kelembapan, membuat daya tahan lebih mudah goyah.

Udara yang lembap membantu virus bertahan lebih lama di lingkungan, memperbesar peluang penularan, 1terutama di ruang tertutup yang berventilasi buruk.

Di saat yang sama, sirkulasi berbagai jenis virus berlangsung hampir bersamaan. Virus influenza, rhinovirus, adenovirus, dan sejumlah coronavirus yang masih beredar di masyarakat saling melintas, menyebabkan sebagian orang terinfeksi lebih dari satu jenis virus sekaligus.

Kondisi inilah yang membuat gejala terasa lebih berat dan proses pemulihannya lebih panjang. Banyak pasien yang datang sambil bertanya-tanya, apakah mereka sedang mengalami flu biasa atau Covid yang “menyamar”.

Dr. Riza memahami kecemasan itu. Ia mencatat bahwa cukup banyak pasien yang mengalami keluhan mirip Covid, seperti demam yang naik-turun, batuk kering berkepanjangan, tubuh yang terasa remuk, hingga gangguan penciuman yang samar. 

Meski sebagian besar kasus tetap berakhir sebagai flu berat biasa, ia mengingatkan untuk tidak mengabaikan gejala yang tampak tidak wajar.

Apalagi bagi mereka yang memiliki faktor risiko, lansia, penderita diabetes, ibu hamil, atau orang dengan penyakit kronis.

Dalam banyak kesempatan, ia mengajak masyarakat untuk kembali pada hal-hal mendasar yang sering dilupakan: memberi tubuh waktu istirahat yang cukup, menjaga asupan makanan yang sederhana namun bernutrisi, memastikan tubuh terhidrasi dengan baik, memakai hand sanitizer atau cuci tangan dan tidak ragu memakai masker ketika sedang sakit.

Kebiasaan kecil yang dulu menjadi rutinitas selama pandemi ternyata masih relevan, bahkan sangat efektif, dalam menghadapi peningkatan kasus flu musiman.

Di komunitas pengajian tempat ia berkhidmat, pesan-pesan kesehatan itu disampaikan dengan cara yang membumi.

Sehat, katanya, bukan sekadar tubuh tanpa penyakit, tetapi bentuk tanggung jawab moral terhadap keluarga dan lingkungan. Dan mencegah selalu lebih ringan daripada mengobati.

Namun, ia juga menegaskan bahwa tidak semua kondisi bisa ditangani dengan istirahat dan obat ringan. Ada saat ketika tubuh mengirimkan sinyal bahwa bantuan tenaga medis sangat diperlukan.

Demam yang terus bertahan selama beberapa hari, batuk yang semakin berat, napas yang terasa pendek, muntah atau diare yang membuat tubuh lemas, semua itu bukan tanda untuk menunggu, tetapi ajakan untuk segera mencari pertolongan.

Begitu pula bila setelah hampir satu pekan gejala tak juga mereda, karena bisa jadi sedang terjadi infeksi sekunder yang memerlukan pemeriksaan lanjutan.

Musim hujan selalu membawa ritme tersendiri bagi kesehatan masyarakat. Tetapi tantangan kesehatan tahun ini terasa berbeda. Ketidakpastian cuaca, mobilitas masyarakat yang kembali tinggi, dan keberagaman virus yang beredar menuntut kewaspadaan baru.

Meski begitu, esensinya tetap sama: kesehatan adalah perjalanan bersama. Tenaga medis berperan mengobati dan memberi pengetahuan, tetapi langkah pertama—dan sering kali yang paling menentukan, bermula dari rumah masing-masing.

Di tengah musim yang tak menentu ini, nasihat dr. Riza menjadi pengingat sederhana: bahwa menjaga kesehatan bukan sekadar rutinitas, tetapi kesadaran yang menyelamatkan banyak hal. Dari tubuh kita sendiri, hingga orang-orang yang kita sayangi.



Penulis: Nanang Diyanto
Editor: Redaksi
Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar