Keindahan Alam Sukosewu: Menelusuri Tapak Tilas Pangeran Diponegoro dan Harapan Baru Sumber Daya Desa Sukorejo
Redaksi
... menit baca
![]() |
| Pohon Asoka dan Linggayoni Sukosewu. (Foto: Arsip pribadi) |
Taman Sukosewu, yang berada di RT 01 RW 02 Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, hadir bukan sekadar sebagai ruang hijau, melainkan sebagai ikon sejarah dan aset ekowisata yang berpeluang menjadi pusat pengembangan sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi masyarakat.
Letaknya yang strategis, hanya beberapa menit dari pusat Kota Ponorogo, menjadikannya mudah diakses.
Dengan pepohonan rindang, udara segar, serta suasana asri, wilayah ini menjadi ruang yang tepat untuk menelusuri bagaimana alam dapat menyimpan ingatan panjang perjalanan manusia.
Mengapa Kami Meneliti Sukosewu?
Kami, Didi, Ricky, Mevillyana, dan Yukla, mahasiswa Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Ponorogo, melakukan observasi lapangan untuk mengkaji potensi wisata berbasis MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia). Fokus kami adalah melihat:
• Bagaimana masyarakat berperan sebagai pengelola utama wisata,
• Bagaimana nilai sejarah dapat diberdayakan menjadi ekowisata,
• Bagaimana potensi sumber daya alam dan manusia dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
Dari hasil observasi, kami mengetahui bahwa Taman Sukosewu bukan taman biasa. Ia adalah petilasan Pangeran Diponegoro, tokoh besar dalam Perang Jawa, dan menjadi bagian penting dari narasi sejarah Ponorogo yang diwariskan turun-temurun.
Sejarah Tapak Tilas Pangeran Diponegoro
Antara tahun 1825–1830, Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, putra Sri Sultan Hamengku Buwono III, berlangsung sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda.
![]() |
| Ritual penjamasan kain merah dan putih Festival SukoSewu. |
Jalur gerilya yang ditempuh sang pangeran melewati berbagai daerah, termasuk wilayah Wengker bagian Barat, atau yang kini dikenal sebagai Sukorejo.
Disebutkan dalam cerita masyarakat setempat, ketika melintas daerah ini, Pangeran Diponegoro dan pasukannya berhenti sejenak untuk beristirahat.
Sang pangeran kemudian menancapkan patok untuk mengikat kuda-kuda mereka. Patok itulah yang konon tumbuh menjadi pohon Asoka atau Soko, yang oleh masyarakat disebut “Suko”.
Karena jumlah pasukan yang diyakini mencapai seribu orang, maka kawasan ini disebut SukoSewu, Suko berarti Asoka/Soko, Sewu berarti seribu. Hingga kini, tempat tersebut dianggap sakral dan menjadi ikon sejarah Ponorogo.
Mengapa Sukosewu Penting bagi Pengembangan Sumber Daya?
Secara alamiah, kawasan Sukosewu memiliki bioregion ekowisata yang potensial. Para ahli pariwisata menilai bahwa wilayah ini paling tepat dikembangkan melalui pendekatan.
Community-Based Historical Ecotourism
Sebuah model wisata yang:
• dikelola oleh masyarakat desa sebagai aktor utama,
• mengutamakan keberlanjutan lingkungan,
• melindungi nilai sejarah,
• menggerakkan UMKM lokal,
• meningkatkan kapasitas dan keterlibatan masyarakat (SDM),
• memperkuat harmoni sosial dan nilai kearifan lokal.
Di Sukosewu, banyak pedagang lokal, UMKM kuliner, pengelola fasilitas, serta warga yang menjaga petilasan. Keterlibatan mereka menjadi alasan kuat mengapa Sukosewu layak dikembangkan lebih serius sebagai ruang wisata edukatif sekaligus ruang pemberdayaan.
Suasana Wisata: Ketika Alam Menyimpan Sejarah
Mengunjungi Sukosewu memberikan pengalaman berbeda, seolah waktu berhenti dan alam adalah saksi yang diam.
Pohon-pohon Asoka yang tumbuh dari jejak pasukan Diponegoro menjadikan tempat ini hening namun hidup.
![]() |
| Antusias masyarakat Desa Sukorejo di Festifal SukoSewu. |
Keunikan kawasan ini tidak hanya berasal dari sejarahnya, tetapi juga dari kerukunan masyarakat yang hidup harmonis, penganut Hindu, muslim, dan kejawen saling berdampingan tanpa sekat.
Dari Sukosewu kita belajar bahwa melestarikan alam berarti melestarikan kerukunan, dan keduanya adalah investasi sosial paling sederhana namun memiliki dampak jangka panjang.
Dampak dan Harapan Pengembangan Wisata
Hingga saat ini, Taman Sukosewu dikelola secara tradisional oleh masyarakat, tanpa biaya tiket masuk maupun parkir. Fasilitas umum yang tersedia mencakup:
• Tempat duduk,
• Mushola,
• Gazebo,
• Playground,
• Warung kuliner lokal,
• Area hijau untuk rekreasi keluarga.
Harapan ke depan:
• Penguatan SDM lokal melalui pelatihan pengelolaan wisata, hospitality, promosi digital, dan konservasi lingkungan.
• Pengembangan ekowisata sejarah agar tidak merusak nilai orisinal situs.
• Kemitraan antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk mendukung keberlanjutan.
• Penataan tempat tanpa menghilangkan kesan alami dan magis yang menjadi karakter Sukosewu.
Kami meyakini bahwa Sukosewu dapat menjadi pusat pembelajaran sejarah, ruang pengembangan SDM, serta destinasi ekowisata unggulan Ponorogo jika dikelola secara tepat.
Pernyataan Tokoh / Narasumber
"Area ini memang menjadi petilasan Pangeran Diponegoro, dan di dalamnya juga terdapat peninggalan kuno berupa watu linggayoni yang kini kondisinya telah rusak. Namun, kami telah berupaya menghadirkan replika agar nilai historisnya tetap terjaga dan dapat dipahami generasi berikutnya. Kami berharap kawasan ini berkembang menjadi destinasi wisata sejarah sekaligus ruang terbuka untuk berbagai kegiatan positif masyarakat. Ke depan, di sisi timur area ini akan kami bangun gedung khusus untuk mewadahi UMKM lokal sebagai bagian dari komitmen kami dalam melestarikan budaya, menggerakkan ekonomi desa, dan memperkuat peran masyarakat sebagai penjaga sejarah," ujar Supriyanto, S.Sos., Kepala Desa Sukorejo.
Penulis: Didi, Ricky, Mevillyana, dan Yukla, mahasiswa Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Sebelumnya
...
Berikutnya
...



