PB XIII Wafat di Usia 77 Tahun: Inilah Profil Sang Raja Pelestari Adat Surakarta
Redaksi
... menit baca
![]() |
| PB XIII dalam acara kirab pusaka bulan Suro tahun 2023. (Foto: Arsip Gardajatim.com) |
PB XIII mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Indriati Solo Baru, Sukoharjo, sekitar pukul 07.29 WIB. Kabar tersebut dikonfirmasi oleh R.Ay Febri Hapsari Dipokusumo, adik ipar almarhum.
Jenazah PB XIII disemayamkan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebelum dimakamkan di Kompleks Makam Raja-raja Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, direncanakan berlangsung pada Rabu (5/11/2025).
Latar Belakang dan Masa Muda
Sri Susuhunan PB XIII lahir dengan nama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Hangabehi pada 28 Juni 1948 di Surakarta. Ia merupakan putra tertua dari Sri Susuhunan Pakoe Boewono XII. Sejak kecil, Hangabehi tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi tata krama bangsawan dan nilai luhur budaya Jawa.
Semasa kecil, ia dikenal sering sakit-sakitan hingga namanya sempat diubah menjadi GRM Suryo Partono. Meski demikian, sejak muda Hangabehi menunjukkan ketertarikan besar terhadap sejarah dan budaya keraton.
Ia aktif di bidang kebudayaan dan sempat menjabat sebagai Pangageng Museum Keraton Surakarta, terlibat langsung dalam pelestarian pusaka dan arsip sejarah Kasunanan.
Pada 1985, saat terjadi kebakaran besar di kompleks keraton, Hangabehi turun langsung memimpin penanganan krisis dan menyelamatkan sejumlah pusaka penting.
Sebelum naik tahta, ia sempat bekerja di Caltex Pacific Indonesia di Riau dan menetap di Jakarta. PB XIII juga dikenal gemar musik dan teknologi, serta aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI).
Naik Takhta dan Kepemimpinan
Setelah wafatnya PB XII pada 11 Juni 2004, persoalan penerus takhta menjadi kompleks karena PB XII memiliki enam istri dan 35 anak. Namun pada 10 September 2004, Hangabehi akhirnya dinobatkan menjadi Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII, didampingi permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakoe Boewono.
Pernikahan PB XIII dan GKR Pakoe Boewono dikaruniai seorang putra, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Purbaya, yang kemudian ditetapkan sebagai Putra Mahkota pada upacara Jumenengan ke-18 tahun 2022. Meski penetapan itu sempat menimbulkan polemik, PB XIII berupaya menjaga agar transisi kepemimpinan tetap berlangsung damai dan sesuai adat.
Sang Penjaga Tradisi
Selama lebih dari dua dekade kepemimpinannya, PB XIII dikenal sebagai raja yang tegas, rendah hati, dan konsisten menjaga tradisi Jawa di tengah perkembangan zaman. Di bawah kepemimpinannya, Keraton Surakarta tetap menjadi pusat kegiatan budaya dan spiritual masyarakat.
Berbagai upacara adat besar seperti Grebeg, Sekaten, Labuhan, Kirab Malam 1 Suro, hingga Tingalan Dalem Jumenengan terus dilestarikan. PB XIII juga aktif membuka akses keraton kepada publik agar lebih dikenal luas tanpa mengurangi kesakralan nilai-nilai leluhur.
Sebagai pengakuan atas kiprahnya dalam pelestarian budaya Jawa, PB XIII menerima gelar Doktor Kehormatan dari Global University (GULL), Amerika Serikat. Ia juga memperkuat kerja sama dengan berbagai lembaga kebudayaan internasional.
Warisan dan Kenangan
Upacara Tingalan Dalem Jumenengan ke-21 yang digelar pada 25 Januari 2025 menjadi momen penting, menandai dua dekade masa kepemimpinan PB XIII di Keraton Surakarta. Momen tersebut sekaligus menjadi refleksi atas dedikasi dan keteladanan beliau dalam menjaga warisan budaya Jawa.
Kini, kepergian PB XIII meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar keraton, masyarakat Surakarta, dan pecinta budaya Nusantara. Namun warisan dan semangatnya untuk menjaga marwah budaya Jawa diyakini akan terus hidup melalui generasi penerus, terutama putra mahkota, KGPH Purbaya, yang telah disiapkan untuk meneruskan tongkat kepemimpinan Keraton Kasunanan Surakarta.
Dikutip dari berbagai sumber
Editor: Redaksi
Sebelumnya
...
Berikutnya
...
