-->
bWJ4VIvabJt7GuIhCGKP0i6PjNDtbsjBe315cFMJ
Bookmark
PROMOSIKAN BISNIS ANDA DISINI - HUBUNGI: +62 856-5561-5145

Badan Hukum Perkumpulan Taufik Digugat di PTUN Jakarta, Sengketa Administrasi Kian Mengemuka

Kuasa hukum penggugat saat mengikuti persidangan perkara administrasi di PTUN Jakarta. (Foto: Istimewa)
GARDAJATIM.COM:
Persidangan perkara Nomor 321 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali bergulir dengan agenda pemeriksaan alat bukti. Namun jalannya sidang menunjukkan bahwa perkara ini jauh dari sekadar konflik internal organisasi.

Tim kuasa hukum H. Moerdjoko dan Ir. Tono Suhariyanto menegaskan, gugatan tersebut menyoal tindakan administrasi negara yang dianggap keliru dan berimplikasi langsung pada kepastian hukum.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Ardian Azhari Kurniawan, S.H., menyebut pokok perkara bermula dari pencabutan status badan hukum PSHT yang diklaim telah berlaku sejak 1 Juli 2025.

Menurutnya, keputusan tersebut diambil tanpa prosedur yang layak—tanpa pemberitahuan yang memadai, tanpa kesempatan mengajukan keberatan, dan tanpa pemeriksaan material atas legalitas sebelumnya.

“Ini bukan soal siapa yang menang dalam perselisihan organisasi. Ini soal keputusan administrasi negara yang harus sah, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Bila ada kekeliruan, harus diluruskan,” ujar salah satu kuasa hukum Moerdjoko di luar persidangan.

Sidang sempat ditunda akibat kendala teknis dalam pengunggahan bukti oleh pihak penggugat. Hakim kemudian mempersilakan perbaikan dokumen tersebut.

Meski demikian, tim kuasa hukum menilai penundaan itu tidak mengubah substansi sengketa: keberatan mereka tetap tertuju pada aspek prosedural dan material keputusan pencabutan badan hukum.

Sementara itu, kuasa hukum pihak tergugat intervensi perwakilan PSHT versi lain, sebelumnya menyatakan kepada media bahwa pencabutan badan hukum telah sah berlaku sejak 1 Juli 2025.

Bagi kubu Moerdjoko, pernyataan itu justru menegaskan perlunya pengujian yuridis di PTUN. Jika keputusan tersebut prosedural dan memiliki dasar administrasi yang lengkap, maka seluruh dokumen seharusnya bisa diuji secara terbuka di persidangan.

Tim penggugat juga mengkritik narasi yang mereduksi perkara menjadi isu personal atau spekulasi kubu internal PSHT.

Mereka menilai wacana semacam itu menggeser fokus utama: menguji legalitas keputusan pejabat tata usaha negara, bukan mencari pelaku di balik polemik organisasi.

Gugatan ini, kata mereka, merupakan langkah konstitusional untuk menegakkan asas due process of law dalam administrasi pemerintahan.

“Membiarkan kesalahan administrasi dibiarkan berjalan sama saja membiarkan ketidakadilan dilegalkan,” ucap salah satu kuasa hukum.

Persidangan akan dilanjutkan setelah pihak penggugat melengkapi dan memperbaiki alat bukti. Inti perkara yang diuji tetap satu: apakah pencabutan badan hukum PSHT sesuai seluruh ketentuan administrasi negara, atau justru mengandung cacat prosedur yang harus dibatalkan demi kepastian hukum. (Jti/Red)

Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar