-->
bWJ4VIvabJt7GuIhCGKP0i6PjNDtbsjBe315cFMJ
Bookmark
PROMOSIKAN BISNIS ANDA DISINI - HUBUNGI: +62 856-5561-5145

dr. Mazidu: Impotensi Bukan Sekadar Urusan Ranjang, Bisa Jadi Tanda Penyakit Jantung

Ilustrasi (Istimewa)
GARDAJATIM.COM
: Disfungsi ereksi atau impotensi ternyata bukan sekadar persoalan ranjang. Kondisi ini justru bisa menjadi tanda awal adanya penyakit serius, seperti jantung, hipertensi, hingga diabetes. Hal itu diungkapkan dokter spesialis urologi Riza Mazidu Sholihin, SpU, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (25/8/2025).

“Kadang ini justru alarm tubuh terhadap penyakit lain. Banyak kasus gangguan ereksi yang muncul dua hingga tiga tahun sebelum pasien terkena serangan jantung,” jelas dr. Mazidu.

Kisah Pasien yang Akhirnya Berani Bicara

Salah satu pasiennya, seorang pria berusia 45 tahun, datang dengan wajah canggung ke ruang praktik. Hampir lima bulan ia menyimpan rahasia yang berat, ia tak lagi mampu memenuhi kewajiban sebagai suami.

Awalnya, ia mengira keluhannya hanya akibat kelelahan bekerja. Namun semakin lama, kondisinya tidak kunjung membaik. 

“Saya malu pada istri, Dok. Rasanya ada yang salah, tapi saya tidak tahu harus cerita ke siapa,” ungkapnya lirih saat berkonsultasi.

dr. Mazidu mendengarkan dengan sabar, lalu menjelaskan bahwa impotensi tidak selalu berarti kegagalan dalam hubungan, melainkan bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan lebih dalam.

Setelah pemeriksaan awal, pasien itu diarahkan untuk menjalani tes laboratorium, termasuk gula darah dan fungsi jantung.

Menurut dr. Mazidu, kasus serupa cukup sering ditemui.

“Penyebabnya bisa dari pembuluh darah yang menyempit akibat hipertensi, kolesterol, atau diabetes. Bisa juga karena faktor psikologis, seperti stres atau kecemasan. Jadi tidak bisa dipandang sederhana,” jelasnya.

Data dan Fakta Medis

Sebuah laporan European Association of Urology tahun 2024 menegaskan, bahwa disfungsi ereksi memang kerap menjadi tanda awal penyakit kardiovaskular. Sementara Journal of Sexual Medicine mencatat, lebih dari separuh kasus disfungsi ereksi disebabkan kombinasi faktor medis dan psikologis.

Meski demikian, masalah ini bisa diatasi dengan berbagai langkah. Mulai dari penggunaan obat-obatan oral, terapi hormon, perangkat medis seperti vacuum device, hingga implan prostesis bila diperlukan. Namun, dr. Mazidu menekankan, pondasi utama tetap pada pola hidup sehat.

“Berhenti merokok, olahraga rutin, tidur cukup, serta mengelola stres itu kunci. Komunikasi dengan pasangan juga tidak kalah penting,” ujarnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 150 juta pria di dunia mengalami disfungsi ereksi, dan angka ini diperkirakan meningkat seiring bertambahnya usia populasi serta maraknya gaya hidup sedentari.

Di Indonesia, meski belum ada data nasional, beberapa riset rumah sakit pendidikan menunjukkan pria usia 40–60 tahun adalah kelompok paling rentan.

Pasien paruh baya itu akhirnya pulang dengan wajah sedikit lebih lega. Ia membawa catatan pemeriksaan dan pesan untuk mulai mengubah gaya hidupnya.

“Ini bukan akhir, justru ini awal untuk memperhatikan kesehatan tubuh dan hubungan dengan pasangan," kata dr. Mazidu menutup konsultasi.

Di balik kisah itu, jelaslah bahwa disfungsi ereksi bukan sekadar cerita tentang ranjang. Ia adalah tanda tubuh yang sedang berbicara, kisah relasi yang membutuhkan perawatan, dan keberanian seorang lelaki untuk tidak lagi membiarkan diam-diam itu membebani hidupnya.


Penulis: Nanang Diyanto/ LKNU Ponorogo
Editor: Redaksi



Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar