-->
bWJ4VIvabJt7GuIhCGKP0i6PjNDtbsjBe315cFMJ
Bookmark
PROMOSIKAN BISNIS ANDA DISINI - HUBUNGI: +62 856-5561-5145

Demokrasi di Tangan Generasi yang Lupa Cermin

Ilustrasi
GARDAJATIM.COM
: Ramai sekali terdengar gaung dari ruang-ruang mahasiswa di Indonesia, seakan demokrasi telah masuk ruang darurat, perlu segera ditolong dengan napas buatan.

Bendera idealisme dikibarkan, teriakan lantang soal moralitas kekuasaan menggema. Namun, izinkan saya menyodorkan cermin kecil, agar para penolong demokrasi itu sempat menoleh pada wajahnya sendiri.

Bagaimana mungkin demokrasi hendak diselamatkan, bila penjaganya sendiri keropos oleh kesenangan sesaat? Kita mendengar kabar, bukan dongeng, tentang generasi mahasiswa yang lebih akrab dengan dentuman musik di balik botol miras, yang lebih setia pada genggaman narkoba daripada buku, yang lebih sibuk mengobral cinta bebas ketimbang menjaga akhlak.

Ironi pun menari di panggung kampus. Di satu sisi, ada orasi tentang idealisme, keadilan, dan hak rakyat.

Namun di sisi lain, malam-malam kampus penuh pesta kecil yang meruntuhkan martabat.

Bagai burung gagak yang hendak mengajari merpati tentang kesucian, mahasiswa yang rabun moral kini berteriak soal darurat demokrasi.

Bukankah sebelum berteriak ke jalan, lebih elok membersihkan ruang dalam diri? Demokrasi bukan sekadar kata-kata di spanduk, ia lahir dari pribadi-pribadi yang jujur, bermartabat, dan berani menjaga batas moral.

Jika moralitas bobrok, demokrasi yang diteriakkan hanyalah topeng rapuh: indah di permukaan, busuk di dalam.

Maka, sebelum membenahi negara, mari benahi jiwa. Sebelum bicara darurat demokrasi, mari selamatkan dulu generasi dari darurat akhlak.

Sebab negeri ini tak akan runtuh karena kurangnya slogan, melainkan karena longgarnya moral mereka yang mengaku calon pemimpin masa depan.

Opini oleh: Mas Ngabehi Fajar Setiawan Wartoprasetyo
Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.
Posting Komentar