Gaungkan Kearifan Lokal, Atika Banowati Bahas Masa Depan Ekosistem Reog Bersama Generasi Muda
Redaksi
... menit baca
![]() |
| Suasana sosialisasi pelestarian Reog Ponorogo yang dipimpin Hj. Atika Banowati bersama para pelaku seni dan generasi muda. (Foto: doc. Gardajatim.com) |
Kegiatan resmi DPRD Provinsi ini dihadiri para pelaku seni, generasi muda, komunitas budaya, serta pegiat Reog Ponorogo.
Dalam sambutannya, Hj. Atika menegaskan bahwa kecintaannya pada kesenian Reog sudah tumbuh sejak kecil.
"Hari ini kita hadir untuk menyamakan persepsi, visi, dan misi, agar bersama-sama menjaga tradisi Reog yang adiluhung ini," ujarnya.
Meski bertugas di Komisi D yang membidangi infrastruktur, Perempuan berdarah Ponorogo yang sudah mengalir darah seni Reog itu menegaskan, bahwa setiap anggota dewan memiliki tanggung jawab moral untuk mengangkat dan melestarikan kearifan lokal di masing-masing dapil.
"Ini bentuk kegiatan resmi DPRD, bisa berupa sarasehan, sosialisasi, atau solosemiran. Intinya, kita ikut mengambil peran dalam menjaga budaya daerah," terangnya.
![]() |
| Hj. Atika Banowati saat memberikan pemaparan dalam sosialisasi pelestarian Reog Ponorogo di Maesa Hotel. |
Ia juga memberikan apresiasi besar kepada generasi muda yang masih konsisten nguri-uri budoyo di tengah perkembangan zaman yang cepat.
"Semoga kegiatan ini memberi wawasan baru bagi generasi muda. Ke depan program seperti ini harus terus berlanjut, agar kecintaan pada budaya Ponorogo semakin tumbuh dan menjadi kebanggaan," tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Atika juga memberi pesan khusus bagi pegiat seni Reog. Kalau laki-laki ada sebutan warok, mungkin perempuan yang getol dan konsisten dalam dunia Reog juga pantas diberikan sebutan.
Bahas Ekosistem Reog Pasca Penetapan UNESCO
Salah satu narasumber, Dedy Satia Amijaya, seniman dari Sanggar Tari Langen Kusuma, menyampaikan paparan bertema Ekosistem Keberlanjutan Reog Ponorogo Kini dan Masa Depan pasca penetapannya sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Menurut Dedy, masyarakat perlu mendapat informasi yang berimbang mengenai berbagai aspek keberlanjutan kesenian Reog.
"Sustainability ini harus disampaikan secara utuh, mulai dari pelatihan untuk generasi penerus, sertifikasi seniman, hingga legalitas," jelasnya.
Ia menyoroti persoalan bahan baku properti Reog yang selama ini berasal dari bagian tubuh satwa yang dilindungi, sesuai UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi satwa.
"Kita tahu bersama, ada bahan-bahan dari satwa yang dilindungi. Ini perlu pemecahan bersama, semua harus dibahas dan dicari solusinya, terutama setelah pengakuan dari UNESCO," terang Dedy.
Melalui sosialisasi ini, para peserta diharapkan mendapat pemahaman lebih luas tentang tantangan dan peluang pelestarian Reog Ponorogo, sekaligus memperkuat ekosistem seni budaya agar tetap hidup dan berkembang secara berkelanjutan. (Fjr)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...


