KPK Beber Skandal Korupsi di Ponorogo: Bupati dan Tiga Orang Lainnya jadi Tersangka
Redaksi
... menit baca
![]() |
| Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSDH Yunus Mahatma dan Sucipto resmi ditetapkan tersangka. (Foto: doc. KPK RI) |
Empat tersangka tersebut adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), Direktur Utama RSUD dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), dan Sucipto (SC) selaku pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, didampingi Plt. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (9/11/2025).
“Ada tiga klaster perkara yang ditemukan dalam OTT di Ponorogo, yakni dugaan suap pengurusan jabatan, dugaan suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, dan dugaan penerimaan lainnya atau gratifikasi,” ujar Asep.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada awal 2025 mengenai adanya dugaan transaksi suap terkait perpanjangan jabatan Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo. Yunus Mahatma yang mengetahui dirinya akan diganti kemudian berkoordinasi dengan Sekda Agus Pramono untuk menyiapkan sejumlah uang agar posisinya tidak dicopot oleh Bupati Sugiri.
Dalam kurun waktu Februari hingga November 2025, Yunus diduga menyerahkan uang kepada Sugiri dan Agus secara bertahap dengan total mencapai Rp1,25 miliar, terdiri dari Rp900 juta untuk Sugiri dan Rp325 juta untuk Agus. Uang diserahkan melalui ajudan dan kerabat dekat bupati.
Penyerahan terakhir sebesar Rp500 juta dilakukan pada 7 November 2025, yang kemudian diamankan tim KPK dalam operasi tangkap tangan di Ponorogo. Total 13 orang diamankan, termasuk Bupati Sugiri, Sekda Agus, Direktur RSUD Yunus, serta pihak swasta rekanan RSUD dan kerabat bupati.
![]() |
| Barang bukti OTT uang tunai Rp.500 juta. |
Selain suap jabatan, penyidik KPK juga menemukan dugaan suap proyek senilai Rp14 miliar di RSUD Ponorogo. Dari proyek tersebut, Sucipto selaku rekanan memberikan fee sebesar 10% atau sekitar Rp1,4 miliar kepada Yunus, yang kemudian diteruskan kepada Sugiri melalui perantara.
Tak hanya itu, KPK juga mengungkap adanya penerimaan lain atau gratifikasi yang diduga diterima oleh Bupati Sugiri sejak 2023 hingga 2025, dengan nilai total mencapai Rp300 juta lebih.
Skema dan Dampak
Menurut Asep, praktik jual beli jabatan seperti yang terjadi di Ponorogo merusak tata kelola sumber daya manusia di pemerintahan daerah. Ia menyoroti bahwa skor Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk Ponorogo menurun dari 75,87 pada 2023 menjadi 73,43 pada 2024, terutama pada aspek pengelolaan SDM yang turun drastis hampir tujuh poin.
“Penurunan skor ini mengonfirmasi bahwa praktik koruptif dalam promosi jabatan masih tinggi. Ini berimbas langsung pada pelayanan publik dan merusak integritas birokrasi,” tegas Asep.
Ia menambahkan, temuan di Ponorogo menunjukkan adanya pola berantai. Pejabat yang membeli jabatan kemudian mencari cara untuk “mengembalikan modal” melalui pungutan dari proyek-proyek di instansi yang dipimpinnya.
Pasal dan Penahanan
KPK menjerat keempat tersangka dengan pasal berbeda sesuai peran masing-masing:
• Sugiri Sancoko dan Agus Pramono dijerat Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai penerima suap.
• Yunus Mahatma dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor sebagai pemberi suap.
• Sucipto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor sebagai pemberi suap proyek.
Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 8 November hingga 27 November 2025, di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.
KPK Akan Dalami Dugaan Lain
Asep memastikan penyidik masih akan mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk di dinas-dinas selain RSUD. KPK juga tidak menutup kemungkinan adanya aliran uang ke pihak legislatif di Ponorogo.
“Kami akan kembangkan penyidikan, termasuk dugaan adanya keterlibatan pihak lain dan penerimaan di sektor berbeda. Tidak menutup kemungkinan terjadi juga di SKPD lain,” tutupnya. (Red/Fjr)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...

