TPA Mrican Disanksi KLHK, Ini Solusi Camat Ponorogo

Redaksi
... menit baca
![]() |
Gunungan sampah di TPA Mrican. (Foto: Arsip Gardajatim.com) |
Mulai November 2025, seluruh sampah dari wilayah Ponorogo tidak lagi diperbolehkan masuk ke TPA karena fasilitas tersebut mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“TPA Mrican mendapat sanksi dari Kementerian LHK karena masih menerapkan sistem open dumping dalam pengelolaannya,” ujar Abri Susilo, Kepala UPTD TPA Mrican, Rabu (8/10/2025).
Sanksi tersebut membuat pengelolaan sampah di Ponorogo terancam lumpuh. Setiap hari, sekitar 70–90 ton sampah dari rumah tangga dan fasilitas umum selama ini dibuang ke TPA Mrican. Kini, aliran sampah itu harus terhenti.
“Untuk TPST di TPA Mrican masih kita suplai, karena di sana dilakukan pengelolaan terlebih dahulu,” jelas Abri.
Namun, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di kawasan itu belum mampu menampung seluruh volume sampah. Dari total sampah yang masuk, hanya 40–50 ton per hari yang bisa diolah. Sisanya menumpuk tanpa penanganan.
“PR kita saat ini adalah sisa sampah sekitar 40–50 ton itu mau dikemanakan,” tambahnya.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berupaya mendorong pengelolaan sampah selesai di tingkat bawah mulai TPS, TPS3R, hingga lingkungan RT.
“Kami terus mengajak warga untuk sadar mengolah sampah selesai di tempat. Harapannya, hanya residu yang dibuang ke TPA,” kata Abri Susilo.
Sayangnya, kesadaran masyarakat masih rendah. Banyak yang masih menganggap pengelolaan sampah sebagai tanggung jawab pemerintah semata.
Sementara, wacana pembangunan TPA baru di wilayah Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, hingga kini belum menunjukkan perkembangan.
Langkah Cepat dari Camat Ponorogo
Di tengah kebuntuan tersebut, Camat Ponorogo Shandra Aji Hidayanto, S.STP, M.Si., mengambil langkah cepat mencari solusi alternatif.
Ia memperkenalkan inovasi alat pembakar mini yang diklaim mampu mengurangi volume sampah secara signifikan tanpa menimbulkan polusi berlebih.
“Saya lihat alat ini sederhana dan tidak mahal. Tapi sebelum kita percaya, kami akan buktikan dulu lewat uji coba,” ujarnya.
Alat tersebut ditemukan melalui kanal YouTube dan dinilai cocok untuk diterapkan di lingkungan permukiman.
Pihak kecamatan telah memesan alat itu dan bersiap melakukan uji coba lapangan dalam waktu dekat.
“Kalau alat ini terbukti efektif, akan kami sosialisasikan ke setiap kelurahan dan RT. Jadi, pengelolaan sampah bisa selesai di wilayah masing-masing,” tegas Shandra.
Meski sederhana, langkah yang diambil Kecamatan Ponorogo menunjukkan semangat inovatif di tengah situasi darurat.
Jika uji coba alat pembakar mini tersebut berhasil, bukan mustahil Ponorogo bisa menjadi contoh daerah yang mampu mengelola sampah secara mandiri tanpa bergantung penuh pada TPA.
Krisis ini menjadi pengingat bahwa solusi lingkungan tidak selalu datang dari proyek besar, tetapi bisa lahir dari inisiatif kecil yang dilakukan dengan cepat dan nyata. (Haiponorogo/Fjr)
Sebelumnya
...
Berikutnya
...